Bahagia Kita



Telah lama kabar menghampa,
Namun kisah kita, tak kan mudah terlupa…
--Meski tlah Jauh, Kla Project 

Aku mencoba tidur menjelang pagi yang nyaman ini, mengingat hari baik sepanjang tahun berlalu. Menyalakan pengiring tidur, supaya lekas bermimpi dan melupakan hari.

Lalu tak bisa kuhindari, mengingat dan mengingat waktu, apa yang telah berlalu dan menjejakkan nyawa dalam ingatanku. Mereka yang lewat satu persatu, berkilatan cepat berganti-ganti rupa. Seperti perjalanan dalam sebuah kereta cepat beroda, sebuah vista dalam jendela. Aku mengucap beribu terimakasih tiba-tiba, karna setidaknya aku bertahan dan menyempatkan berbahagia. Pada kawan yang diantara banyaknya namun kulupakan, kuhindari. Pada keluarga yang diantara ramainya, kudiamkan, kubiarkan. Pada pria-pria yang diantara ada dan tidaknya, kusuka, kulupakan, kupertahankan. Pada haru yang selalu mampir ada, seperti ketika aku mengingatnya.

Lagi-lagi rekaman memoriku berhenti disitu, dan berputar di bagian itu. Seperti sebuah refrain yang berulang diputarkan untukku, sebuah titian nada penting dalam komposisi laguku, hidupku. Bukan, bukan tak mau beranjak dari kesilaman, justru aku sedang merayakan sebuah kehidupan. Kau pasti akan berbahagia melihat orang yang kau cinta atau paling tidak, kau suka: berbahagia. Aku tak bisa membayangkan kau harus berhenti memiliki tubuhmu dan aku di saat kau merayakan hidupmu dalam imajinasi visualmu yang melesat. Seperti dijegal ketika sedang berlari marathon. Dan kalah. Mengalah. Terkesan menyakitkan, mengecewakan.

Namun jangkauanku atasmu adalah semu. Aku mendapatimu menemuiku beberapa malam setelahnya, dalam senyuman yang tak bisa kugambarkan. Namun aku bahagia dan senang, semudah itu aku bersimpulan: bahwa bahagiamu tak terjangkau olehku. Maka aku harus berbahagia. Aku bahagia, dan kau adalah orang yang paling berbahagia atasku. Mungkin harusnya hidup tak sesulit itu. Kita tak pernah memiliki manusia lain, mereka adalah milik mereka sendiri, dia adalah miliknya sendiri, dan aku adalah milikku sendiri. Manusia sejuta ragam berbeda dan tak bisa kita ciptakan dan atur sekehendak hati kita. Kita tak menjangkau itu. Kebahagiaan itu sangat personal.

Dan senang ini, haru ini, tak lepas dari refrain yang diciptakan oleh mendiang kehidupan. Aku ingat ingatanku beberapa tahun lalu, kehidupan boleh terhenti, tapi jika kau pernah mengenal nyawanya, pikirannya, kau bukan lagi dirimu seutuhnya. Tak bisa sama, atau sebenarnya sama saja, bahkan diri sendiri tak terjangkau kepastiannya.. Aku mungkin sentimentil sejak saat itu, beradaptasi lagi dan lagi dengan pagi yang selalu datang menyediakan catatan kosong. Kita akan beriringan, kadang bersilang temu, baik dalam tidurku yang pendek atau lelapmu yang panjang. Sebagian darinya kau hirup jadi nyawa yang kau miliki sekarang, yang akan menghidupi kehidupanmu selanjutnya. Tahukah bagaimana rasanya terlalu menyempatkan melankoli? Terharu, bahagia. Terkadang lebih berat, namun tiba-tiba sangat ringan, seperti tak peduli apa-apa. Kau bisa tertidur nyenyak dan menerima mimpi sebagai penggembira kehidupan. Tak ada bedanya dengan kesilaman. Tak beda dengan masa depan. Tak lagi nyata. Belum lagi nyata. Mereka sama. Maka tak ada yang lebih kau bedakan, tak kau pentingkan. Merayakan apa yang bisa dirasakan. 
Merayakan ketidakpastian esok dan silam.

Komentar