Langit Bulan Desember


Desember dan musimnya, adalah kombinasi harmonis untuk menatap pohon cemara dan membayangkan berada di sebuah bukit, bukit cemara. Disitu, aku bisa memantau lereng, lautan, anak sungai, dan sekawanan domba-domba yang digiring anak manusia. Kadang-kadang hembusan angin yang menggoyangkan pinggul dan kepala cemara membuatku terlena perlahan dalam kantuk, sehingga angin berubah menjadi semacam kuda terbang, atau naga terbang (entahlah), bersayap, gondrong, dan tersenyum, membawa topi bundar yang melayang-layang di atas rambutnya, seperti donat terbang.

Hujan bisa jadi akan turun, meski mendung belum datang. Tapi matahari tak akan terlalu dekat dengan bumi. Inilah perayaan untuk hati, diantara kegembiraan dan kesunyian, alam memberikan nyawanya sehingga melankolia bumi terasakan di musim ini. Jauh dalam-dalam di antara hati dan pikiran (dimanakah itu?), datang seorang kurir yang menyatakan bahwa ia adalah utusan langit, mengatakan bahwa langit hampir runtuh karna terlalu banyak keluhan dan pesan-pesan dari bumi yang tak mampu diatasi rekan-rekannya di langit, karna itu jauh melebihi kapasitas mereka sebagai karyawan langit. Langit hampir runtuh!

Lalu ia menjelaskan lebih jelas dan membingungkan lagi, tentang doa-doa yang dikirim ke langit, ucapan selamat yang hampa, keluhan dan permohonan agar terhindar dari malapetaka, umpatan dari kebun binatang, curhat colongan diiringi doa (atau ucapan selamat?), dan berimbun-rimbun pesan pendek yang melelahkan mereka, kata si kurir. Kurir itu, juga menyelipkan catatan kecil di telingaku, bahwa kakek gendut berjanggut dan berambut putih tak cuma-cuma bila datang membawa bingkisan kado akhir taun nanti, “itu ada harganya, berhati-hatilah”, pesannya. Lalu ia pergi tanpa salam, turun menuju kaki bukit dan menggembala domba. Gila! Penggembala domba itu mungkin lahir di gua saat bintang dari langit jatuh!

Lalu titik-titik air jatuh dari langit, gerimis. Ia mungkin pesan-pesan pendek yang tak lagi dibutuhkan langit, terlalu berat dipikul, seperti kata si kurir gembala tadi. Gerimis dan lalu hujan, pesan-pesan berat yang mengada-ada mungkin juga memenuhi isi langit, saatnya dikembalikan lagi pada si pemilik di bumi, “atasilah sendiri!”, tegas hujan. Aku mendapatkan kembali permohonanku yang mengada-ada pada langit, karna kurasakan hujan sedikit berteriak kepadaku saat menyentuh kulit. Yah, sejauh ini harapan itu memang belum banyak menguras tenaga, tak berguna memanjatkan doa dan menyelipkannya di salah satu ranting langit jika aku hanya mampu duduk dan menuliskan tentang langit. Aku diam saja, diantara kegembiraan dan kesunyian tanah bulan Desember. Permohonan yang kembali ke tanah, kembali pada kenyataan, pada usaha.

Komentar

  1. aku suka kuda dan naga..tapi donat? donat itu kamu Hun...hehe

    BalasHapus
  2. hmm...kisah Natal dan spiritualitas dan realitas..

    BalasHapus
  3. ahaha..lagi serius malah ngatain donat! haha.. iya, natal dan melankolisme saya sj mungkin, mbun :)

    BalasHapus

Posting Komentar